Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis
sel-sel otak pada
saat yang hampir bersamaan sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai
penyakit yang sinonim dengan orang tua.
Resiko untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risikolima
persen mengidap penyakit ini dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahun, kata seorang
dokter. Menurutnya, sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua, namun
sejarah membuktikan bahawa pesakit pertama yang dikenal pasti menghidap
penyakit ini ialah wanita dalam usia awal 50-an.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor risiko vaskular dapat menyulitkan diagnosis sindrom ini, namun mengurangi kecepatan perkembangan demensia
KEPIKUNAN atau demensia mungkin adalah hal yang dapat
dimaklumi bagi para orang lanjut usia. Tetapi bila kepikunan sudah dalam
kategori 'sangat parah' dan mempengaruhi kepribadian, tingkah laku dan
aktivitas, tentu patut diwaspadai karena bisa jadi apa dialami adalah Demensia
Alzheimer.
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang 'mengerikan' karena dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari.
Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi AlzheimerIndonesia
(AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron
otak di area temporo-parietal dan frontalis. "Demensia Alzheimer
adalah penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak,"
ujarnya dalam edukasi tentang Alzheimer beberapa waktu lalu.
Mereka yang rentan terserang kepikunan alzheimer ini adalah para lansia di atas 60 tahun, tetapi orang dewasa muda juga tak tertutup kemungkinab bila memiliki faktor risiko keturunan. Bahkan menurut Samino, penderita demensia alzheimer berusia 40 tahun pernah ditemukan diIndonesia .
Deteksi dini adalah hal penting dalam mengatasi Alzheimer, tetapi faktanya seringkali sulit dilakukan karena gelaja kemunduran kerap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Pasien biasanya hanya menunjukkan gejala biasa seperti lupa, tetapi kemudian berkembang progresif menjadi parah dan memperburuk fungsi kognitif dan fungsi mental lainnya.
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.
Nah, agar kepikunan Alzhemier dapat dicegah sejak dini, berikut beberapa tanda atau gejala yang patut diwaspadai kemungkinan hadirnya penyakit pembunuh otak :
- Kemunduran memori/daya ingat.
- Sulit melaksanakan kegiatan / pekerjaan sederhana
- Kesulitan bicara dan berbahasa.
- Disorientasi WTO (Waktu – Tempat – Orang)
- Sulit dalam berhitung
- Salah meletakan benda
- Penampilan buruk karena lupa cara berpakaian atau berhias
- Perubahan emosi dan perilaku.
- Gangguan berfikir abstrak. Kemampuan imajinasi penderita terganggu.
- Hilang minat dan inisiatif. Cenderung menjadi pendiam, tak mau bergaul, menyendiri.
- Tidak bisa membedakan berbagai jenis bau-bauan (tanpa penyebab lain misalnya flu, trauma otak, tumor otak).
Dari buku “Mengenal Awal Pikun Alzheimer” oleh Prof. Dr. Sidiarto Kusumoputro Sp.S(K) – Dr. Lily Djokosetio Sidiarto Sp.S(K) .
Penyakit demensia atau kepikunan telah membebani masyarakat dengan sejumlah 90 miliar dolar setiap tahunnya (lebih dari 180 triliun) hanya untuk perawatan di rumah. Alzheimer termasuk yang paling utama dari kelompok demensia ini.
Orang yang terkena penyakit Alzheimer mula-mula mengalami gangguan daya ingat dan akhirnya menjadi pikun secara progresif. Kebanyakan penyakit Alzheimer memang menimpa para lanjut usia.
Kalau diperkirakan dalam tahun 2000 penduduk dunia berusia 65 tahun ke atas akan berjumlah 423 juta dan hampir 50 % dari itu berada di negara-negara sedang berkembang, maka dari jumlah itu akan ada yang menderita demensia dan 55,6 % nya disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
Laporan dari Acta Neurologica Scandinavia (1993) menyebutkan jumlah demensia akan menjadi dua kali lipat setiap penambahan 5,1 tahun dari umur 60 sampai 90 tahun. Dari jumlah tersebut separuhnya disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Penyakit otak yang amat ditakuti ini lebih banyak terdapat di daerah pekotaan daripada pedesaan dan angka kejadian pria sama dengan wanita.
Di Eropa angka kejadian Alzheimer berturut-turut adalah 0,02; 0,3 dan 10,8 pada masing-masing kelompok usia 50-59, 60-69, 70-79. dan 80-89. Di Amerika utara dan Eropa penyakit Alzheimer lebih banyak daripada demensia lainnya, yaitu demensia yang disebabkan ganggun pembuluh darah (demensia multi-infark, MID). Tetapi di Jepang, Rusia, dan Cina keadaaannya terbalik, MID lebih banyak daripada penyakit Alzheimer.
SituasiIndonesia
Bagaimana di Indonesia..? Para pakar medis masih tenang-tenang saja menghadapi masalah Alzheimer yang sudah mendunia ini, karena kebanyakan mereka masih menganggap bahwa Alzheimer di Indonesia tidak ada, atau kalaupun ada sangat sedikit jumlahnya.
Hal ini memang ada benarnya karena diIndonesia belum pernah melakukan
penelitian-penelitian berapa jumlah orang-orang yang mengalami demensia. Dengan
demikian belum diketahui berapa jumlah Alzheimer di antara demensia itu.
Selain itu masih ada anggapan bahwa Alzheimer hanya dapat didiagnosis
berdasarkan otopsi atau bedah mayat. Kalau ada orang lanjut usia yang pikun dan
meninggal, tentu keluarga tidak rela untuk dibuat otopsi hanya untuk mencari
diagnosis Alzheimer atau penyebab demensia lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini para pakar ilmu saraf memang sudah melakukan kegiatan-kegiatan menanggulangi demensia, tetapi baru yang penyebabnya gangguan pembuluh darah otak (MID). Namun demikian demensia multi infark dan demensia Alzheimer sangat berbeda penanganannya.
Pada dasarnya penyakit Alzheimer dapat dibuat diagnosisnya berdasarkan keadaan klinisnya yang mencakup gangguan kognitif, gangguan emosional, dan sosial dengan menyingkirkan berbagai penyebab lain. Dengan ditopang oleh berbagai penunjang seperti pemeriksaan imajing (sken CT, MRI, SPECT dan PET) dan ciri-ciri khas genetik (sindrom Down), maka penyakit Alzheimer dapat ditentukan.
Seyogyanya para pakar medis diIndonesia sudah perlu
mengantisipasi masalah penyakit Alzheimer, karena sudah ada kemudahan di negara
ini. Selain juga ada kemungkinan jumlah penyakit otak yang amat merisaukan ini
bertambah banyak karena lanjut usia di Indonesia yang dalam tahun 2020
diperkirakan akan berjumlah 20 juta orang.
Indonesia akan mempunyai kenaikan penduduk lanjut usia paling tinggi di dunia, yaitu 414 persen (angka dari WHO, 1994) dan Bureu of the Census USA, 1993, yang dikutip dari Boedhi-Darmojo (Kompas, 19 Agustus 1994).
Antisipasi atas penyakit ini sudah harus dimulai karena kriteria diagnosisnya sudah jelas dan selain itu telah berkembang saat ini penemuan obat-obatan yang dapat memperlambat proses demensia itu. Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan penyakit ini harus segera digalakkan melalui proses pendidikan masyarakat.
Resiko untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor risiko vaskular dapat menyulitkan diagnosis sindrom ini, namun mengurangi kecepatan perkembangan demensia
wikipedia.org
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang 'mengerikan' karena dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari.
Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer
Mereka yang rentan terserang kepikunan alzheimer ini adalah para lansia di atas 60 tahun, tetapi orang dewasa muda juga tak tertutup kemungkinab bila memiliki faktor risiko keturunan. Bahkan menurut Samino, penderita demensia alzheimer berusia 40 tahun pernah ditemukan di
Deteksi dini adalah hal penting dalam mengatasi Alzheimer, tetapi faktanya seringkali sulit dilakukan karena gelaja kemunduran kerap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Pasien biasanya hanya menunjukkan gejala biasa seperti lupa, tetapi kemudian berkembang progresif menjadi parah dan memperburuk fungsi kognitif dan fungsi mental lainnya.
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.
Nah, agar kepikunan Alzhemier dapat dicegah sejak dini, berikut beberapa tanda atau gejala yang patut diwaspadai kemungkinan hadirnya penyakit pembunuh otak :
- Kemunduran memori/daya ingat.
- Sulit melaksanakan kegiatan / pekerjaan sederhana
- Kesulitan bicara dan berbahasa.
- Disorientasi WTO (Waktu – Tempat – Orang)
- Sulit dalam berhitung
- Salah meletakan benda
- Penampilan buruk karena lupa cara berpakaian atau berhias
- Perubahan emosi dan perilaku.
- Gangguan berfikir abstrak. Kemampuan imajinasi penderita terganggu.
- Hilang minat dan inisiatif. Cenderung menjadi pendiam, tak mau bergaul, menyendiri.
- Tidak bisa membedakan berbagai jenis bau-bauan (tanpa penyebab lain misalnya flu, trauma otak, tumor otak).
Dari buku “Mengenal Awal Pikun Alzheimer” oleh Prof. Dr. Sidiarto Kusumoputro Sp.S(K) – Dr. Lily Djokosetio Sidiarto Sp.S(K) .
Penyakit demensia atau kepikunan telah membebani masyarakat dengan sejumlah 90 miliar dolar setiap tahunnya (lebih dari 180 triliun) hanya untuk perawatan di rumah. Alzheimer termasuk yang paling utama dari kelompok demensia ini.
Orang yang terkena penyakit Alzheimer mula-mula mengalami gangguan daya ingat dan akhirnya menjadi pikun secara progresif. Kebanyakan penyakit Alzheimer memang menimpa para lanjut usia.
Kalau diperkirakan dalam tahun 2000 penduduk dunia berusia 65 tahun ke atas akan berjumlah 423 juta dan hampir 50 % dari itu berada di negara-negara sedang berkembang, maka dari jumlah itu akan ada yang menderita demensia dan 55,6 % nya disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
Laporan dari Acta Neurologica Scandinavia (1993) menyebutkan jumlah demensia akan menjadi dua kali lipat setiap penambahan 5,1 tahun dari umur 60 sampai 90 tahun. Dari jumlah tersebut separuhnya disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Penyakit otak yang amat ditakuti ini lebih banyak terdapat di daerah pekotaan daripada pedesaan dan angka kejadian pria sama dengan wanita.
Di Eropa angka kejadian Alzheimer berturut-turut adalah 0,02; 0,3 dan 10,8 pada masing-masing kelompok usia 50-59, 60-69, 70-79. dan 80-89. Di Amerika utara dan Eropa penyakit Alzheimer lebih banyak daripada demensia lainnya, yaitu demensia yang disebabkan ganggun pembuluh darah (demensia multi-infark, MID). Tetapi di Jepang, Rusia, dan Cina keadaaannya terbalik, MID lebih banyak daripada penyakit Alzheimer.
Situasi
Bagaimana di Indonesia..? Para pakar medis masih tenang-tenang saja menghadapi masalah Alzheimer yang sudah mendunia ini, karena kebanyakan mereka masih menganggap bahwa Alzheimer di Indonesia tidak ada, atau kalaupun ada sangat sedikit jumlahnya.
Hal ini memang ada benarnya karena di
Beberapa tahun terakhir ini para pakar ilmu saraf memang sudah melakukan kegiatan-kegiatan menanggulangi demensia, tetapi baru yang penyebabnya gangguan pembuluh darah otak (MID). Namun demikian demensia multi infark dan demensia Alzheimer sangat berbeda penanganannya.
Pada dasarnya penyakit Alzheimer dapat dibuat diagnosisnya berdasarkan keadaan klinisnya yang mencakup gangguan kognitif, gangguan emosional, dan sosial dengan menyingkirkan berbagai penyebab lain. Dengan ditopang oleh berbagai penunjang seperti pemeriksaan imajing (sken CT, MRI, SPECT dan PET) dan ciri-ciri khas genetik (sindrom Down), maka penyakit Alzheimer dapat ditentukan.
Seyogyanya para pakar medis di
Indonesia akan mempunyai kenaikan penduduk lanjut usia paling tinggi di dunia, yaitu 414 persen (angka dari WHO, 1994) dan Bureu of the Census USA, 1993, yang dikutip dari Boedhi-Darmojo (Kompas, 19 Agustus 1994).
Antisipasi atas penyakit ini sudah harus dimulai karena kriteria diagnosisnya sudah jelas dan selain itu telah berkembang saat ini penemuan obat-obatan yang dapat memperlambat proses demensia itu. Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan penyakit ini harus segera digalakkan melalui proses pendidikan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda setelah membaca postingan ini?