BAB I
TEORI KOMUNIKASI KEPERAWATAN
A.
KOMUNIKASI
DALAM KEPERAWATAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan
berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi
menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan
intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring”
atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara
terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra
rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
B.
PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses
kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993),
komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan
publik.
Menurut Potter dan Perry
(1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada dua jenis
komunikasi yaitu verbal dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan
tepat waktu.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan
menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal
yang efektif harus:
1. Jelas dan ringkas
1. Jelas dan ringkas
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih
baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan
tidak enak.”
2. Perbendaharaan Kata
Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada
mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan
lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru
anda”.
3. Arti denotatif dan
konotatif
Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4. Selaan dan
kesempatan berbicara
Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti
kata.
5. Waktu dan relevansi
Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi.
6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
2. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan. Perawat perlu menyadari pesan yang disampaikan klien mulai dari saat
pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal
menambah arti terhadap pesan verbal. Komunikasi non-verbal teramati pada:
1. Metakomunikasi
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi
pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam
pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh:
tersenyum ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan
citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi
persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat.
3. Intonasi (Nada
Suara)
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi
dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap
klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang
berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk
sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan
langkah
Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan
mengamati sikap tubuh dan langkah klien
6. Sentuhan
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan
perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial.
C. TEORI
KOMUNIKASI KEPERAWATAN
1. LASSWELL’S MODEL (MODEL LASSWELL)
Teori komunikasi paling awal (1948) Lasswell, menyatakan cara
yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Sehingga
Lasswell menemukan unsur-unsur proses komunikasi yaitu komunikator, pesan,
Media, komunikan/penerima, dan efek. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell
adalah sebagai pengamatan terhadap lingkungan, Korelasi kelompok-kelompok dalam
masyarakat ketika menanggapi lingkungan, transmisi warisan sosial.
2. S-O-R THEORY (TEORI S-O-R)
Teori S-O-R singkatan dari
Stimulus-Organism-Response. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah Pesan
(stimulus, S) Komunikan (organism, O) Efek (Response, R). Dalam proses
perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang
menerpa benar-benar melebihi semula. Stimulus atau pesan yang disampaikan
kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan
berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan
mengerti.
3. S-M-C-R
MODEL (MODEL S-M-C-R)
Rumus S-M-C-R adalah singkatan: S (Source,
sumber atau komunikator); M (Message, pesan); C (Channel, saluran atau media); R
(Receiver, penerima atau komunikan). Jadi, komunikator pada komunikasi tatap
muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya bahasa, sedangkan pada
komunikasi bermedia seorang komunikator, misalnya wartawan, penyiar atau
reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya
bahasa dan sarana yang ia operasikan.
4. DANCE’HELICAL
MODEL (MODEL HELICAL DANCE)
Heliks (helix), suatu bentuk melingkar yang membesar
menunjukkan perhatian bahwa proses komunikasi bergerak maju. Dalam percakapan
,misalnya bidang kognitif secara tetap membesar pada mereka yang terlibat. Para
aktor komunikasi secara sinambung memperoleh informasi mengenai topik termasa
tentang pandangan orang lain, pengetahuan dan sebagainya.
5. INNOCULATION
THEORY (TEORI INOKULASI)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang ditampilkan Mcguire
ini mengambil analogi peristiwa medis. Orang yang terserang penyakit cacar,
polio disuntik. Diberi vaksin untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya.
Demikian pula dengan orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal
atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut, ia akan lebih mudah
dipersuasi atau dibujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena
pengaruh adalah ”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
BAB II
TIMBANG TERIMA
A. PENGERTIAN
TIMBANG TERIMA
Timbang terima sering disebut dengan operan atau over
hand. Operan adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Harus dilakukan seefektif
mungkin dengan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri
perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan saat
itu Informasi yang disampaikan harus akurat, sehingga kesinambungan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna
B.
TUJUAN
KHUSUS:
Ø Menyampaikan
kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
Ø
Menyampaikan
hal yang sudah/belum dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien
Ø
Menyampaikan
hal penting yang harus ditindaklanjuti oleh perawat dinas berikutnya
Ø
Menyusun
rencana kerja untuk dinas berikutnya
D. MANFAAT:
1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
2. Menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggungjawab
antar perawat
3. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna
4. Peningkatan pemahaman pelaksanaan timbang terima
pasien
5. Terhindar dari kekeliruan pemberian tindakan
keperawatan
6. Menimbulkan rasa aman
7. Meningkatkan percaya diri/bangga
8. Klien dapat menyampaikan masalah secara
langsung bila ada yang belum terungkap
9. Meningkatkan pelayanan
keperawatan kepada klien secara komprehensif
E. TAHAPAN
DAN BENTUK PELAKSANAAN OPERAN
Menurut Lardner et.all
(1996) operan memiliki 3 tahapan yaitu:
1. Persiapan
yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab. Meliputi
faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran
shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang melakukan
pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa
pertukaran informasi yang memungkin adanya komunikasi dua arah antara perawat
yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi
oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan.
Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk melakukan
pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien langsung.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
melakukan pergantian shift atau operan jaga, diantaranya (Nursalam, 2002):
1. Kedua kelompok shift dalam
keadaan sudah siap
2. Shift yang akan menyerahkan
dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal apa yang disampaikan
3. Perawat yang bertanggung
jawab menyampaikan kepada penanggung jawab shift yang selanjutnya meliputi :
a.
Kondisi atau keadaan klien secara umum
b. Tindak
lanjut untuk dinas yang menerima operan
c.
Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
4. Penyampaian operan di atas
(point c) harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru
5. Perawat penanggung jawab dan
anggotanya dari kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur operan
jaga (Nursalam, 2002), meliputi:
1. Persiapan
a. Kedua
kelompok dalam keadaan siap
b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
2. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada
masing-masing penanggung jawab:
a. Timbang
terima dilaksanakan setiap penggantian shift/operan
b. Dari nurse
station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji
secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana
tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang
perlu dilimpahkan.
c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian
yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan
kepada perawat yang berikutnya
d. Hal-hal
yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
1) Identitas
klien dan diagnosa medic
2) Masalah
keperawatan yang kemungkinan masih muncul
3) Tindakan
keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
4) Intervensi
kolaborasi dan dependen
5) Rencana
umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya,
misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya,
persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara
rutin.
e. Perawat yang melakukan timbang terima daat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang
jelas Penyampaan pada saat timbang terima secara singkat dan jelas
f. Lama
timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi
khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci.
g. Pelaporan untuk timang terima dituliskan secara
langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat.
Operan jaga (handover) memiliki tujuan untuk
mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi
yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan
keefektifan dalam bekerja. Operan jaga memiliki beberapa bentuk pelaksanaan
diantaranya:
1.
Menggunakan
tape recorder. Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian diperdengarkan
kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang. Metode itu berupa one way
communication
2.
Menggunakan
komunikasi Oral atau spoken. Melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi.
3.
Menggunakan
komunikasi tertulis-written. Melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada
medical record saja atau media tertulis lain. Berbagai metode yang digunakan
tersebut masih relevan untuk dilakukan bahkan beberapa rumah sakit menggunakan
ketiga metode untuk dikombinasi.
F. EFEK SHIFT
KERJA ATAU OPERAN
Shif kerja atau operan memiliki efek-efek yang sangat
mempengaruhi diri seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien.
Efek-efek dari shift kerja atau operan adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologis
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur
malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus
kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat
timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya nafsu makan dan gangguan
pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, Efek
fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan
teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan
oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat
mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku
kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah
ini cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi
masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan
Kerja
Tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat
kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa
kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi
pada shift malam.
G. DOKUMENTASI DALAM OPERAN
·
Identitas klien
·
Diagnosa medis klien
·
Dokter yang menangani
·
Kondisi saat klien ini
·
Masalah Keperawatan
·
Intervensi yang sudah dilakukan
·
Intervensi yang belum dilakukan
·
Tindakan kolaborasi
·
Rencana umum dan persiapan lain
·
Tanda tangan dan nama terang
Contoh
Dokumentasi Operan
Operan Tim A
Ny. Tholhah (42 thn)
(5870049) Ca.Mammae post
mastektomi / Dr.Nindi KU: baik, komposmentis. TD: 110/80, N: 100 x/mnt, RR:
20 x/mnt, T: 37 C. Keluhan: nyeri pada luka lengan atas sebelah kanan dengan
skala 7. Masalah keperawatan: Nyeri, Resti infeksi dan gangguan integritas
kulit. Rencana yg sudah dilakukan: monitor TTV, Relaksasi & distraksi,
ganti balut, Injeksi Tramadol 1 ampul, Injeksi Cefotaxim 500 mg. Rencana yg
belum dilakukan: Kaji tanda-tanda infeksi, Kaji luka dan kaji nyeri. Terapi:
Tramadol 3x1 amp, Cefotaxim 2 x 500 mg, Infus NaCl 20 tts/mnt. Persiapan lain
tidak ada
|
.
BAB III
RONDE KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan,
perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.
B. TUJUAN
·
Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
·
Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berasal dari masalah klien.
·
Meningkatkan validitas data klien.
·
Menilai kemampuan justifikasi.
·
Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
·
Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
C.
PERAN
KETUA TIM DAN ANGGOTA TIM
Menjelaskan
keadaan dan data demografi klien.
Menjelaskan
masalah keperawata utama.
Menjelaskan
intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
Menjelaskan
tindakan selanjutnya.
Menjelaskan
alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
Memberikan
justifikasi
Memberikan
reinforcement.
Menilai
kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional.
Mengarahkan
dan koreksi.
Mengintegrasi
teori dan konsep yang telah dipelajari.
D.
PELAKSANAAN
RONDE KEPERAWATAN
1.
Persiapan
Penetapan
kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
Pemberian
inform consent kepada klien/ keluarga.
2.
Pelaksanaan
Penjelasan
tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan
memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
Diskusikan
antar anggota tim tentang kasus tersebut.
Pemberian
justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/ kepala ruangan tentang
masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
Tindakan
keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.
3.
Langkah – langkah Ronde Keperawatan
4.
Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut
serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
BAB IV
KONFERENSI
(PRE & POST CONFERENCE)
A.
DEFINISI
PRE DAN POST CONFERENCE
Konferensi merupakan pertemuan tim
yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan
operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan.
konference sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi
gangguan dari luar.
Konferensi
terdiri dari pre conference dan post conference yaitu :
a.
Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut
yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada
tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre
conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana
dari katim dan PJ tim(Modul MPKP, 2006)
·
Waktu : setelah operan
·
Tempat : Meja masing – masing tim
·
Penanggung jawab : Ketua tim atau
Pj tim
·
Kegiatan :
1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara
2) Ketua tim atau pj tim menanjakan rencana harian masing –
masing perawat pelaksana
3) Ketua tim atau Pj tim memberikan masukan dan tindakan lanjut
terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu.
4) Ketua tim atau Pj tim memberikan reinforcement.
5) Ketua tim atau Pj tim menutup acara
b. Post
Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana
tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut.
Isi post conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk
operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul
MPKP, 2006)
·
Waktu :Sebelum operan ke dinas
berikutnya.
·
Tempat : Meja masing – masing tim.
·
Penanggung jawab : ketua tim atau
Pj tim
·
Kegiatan :
1) Ketua
tim atau Pj tim membuka acara.
2) Ketua
tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan.
3) Ketua
tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang harus dioperkan
kepada perawat shift berikutnya.
4) Ketua
tim atau Pj menutup acara.
B.
TUJUAN PRE DAN POST CONFERENCE
Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa
masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah,
mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan untuk
menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam
pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan
perubahan non kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu koordinasi dalam
rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi pengulangan asuhan,
kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).
a. Tujuan pre
conference adalah:
1) Membantu
untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan
merencanakan evaluasi hasil
2) Mempersiapkan
hal-hal yang akan ditemui di lapangan
3) Memberikan
kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan Pasien
b. Tujuan post
conference adalah:
Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian
masalah dan membandingkan masalah yang dijumpai.
C.
SYARAT PRE DAN POST CONFERENCE
a. Pre
conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post
conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan
b. Waktu efektif
yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topik yang
dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien, perencanaan
tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat
dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim
D.
PANDUAN PERAWAT PELAKSANAAN DALAM
MELAKSANAKAN KONFERENSI
Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi
adalah sebagai berikut: (Ratna Sitorus, 2006).
1. Konferensi
dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi atau sore
sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana.
2. Konferensi
dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam timnya masing – masing.
3. Penyampaian
perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan kondisi
klien yang dilaporkan oleh dinas malam. Hal hal yang disampaikan oleh perawat
pelaksana meliputi :
a. Utama klien
b. Keluhan klien
c. TTV dan kesadaran
d. Hasil pemeriksaan
laboraturium atau diagnostic terbaru.
e. Masalah keperawatan
f. Rencana keperawatan
hari ini.
g. Perubahan keadaan
terapi medis.
h. Rencana medis.
4. Perawat
pelaksana mendikusikan dan mengarahkan perawat asosiet tentang masalah yang
terkait dengan perawatan klien yang meliputi :
a. Klien yang
terkait dengan pelayanan seperti : keterlambatan, kesalahan pemberian makan,
kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang dikonsulkan.
b. Ketepatan
pemberian infuse.
c. Ketepatan
pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
d. Ketepatan
pemberian obat / injeksi.
e. Ketepatan
pelaksanaan tindakan lain,
f. Ketepatan
dokumentasi.
5. Mengiatkan
kembali standar prosedur yang ditetapkan.
6. Mengiatkan
kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan masing –masing
perawatan asosiet.
7. Membantu
perawatan asosiet menyelesaikan masalaah yang tidak dapat diselesaikan.
BAB V
SUPERVISI
A. PENGERTIAN SUPERVISI
Supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu
meliputi segalam bantuan dari pemimpin/penanggung jawab keperawatan yang
tertuju untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan.
Kegiatan supervisi semacam ini adalah merupakan
dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan para
perawat.
Prajudi Atmosudiro (1982), Supervisi diartikan sebagai
pengamatan atau pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang
sifatnya rutin.
Swansburg (1999), Supervisi adalah suatu proses
kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian tugas-tugasnya.
Thora Kron (1987), Supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki,
mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat dengan
sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh
sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat.
Dengan demikian supervisi diartikan sebagai suatu
aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para tenaga keperawatan
dan staf lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Supervisor harus mengusahakan seoptimal mungkin
kondisi kerja yang nyaman. Ini tidak hanya meliputi lingkungan fisik, tetapi
juga suasana kerja diantara para tenaga keperawatan dan tenaga lainnya. Juga
meliputi jumlah persediaan dan kelayakan peralatan agar memudahkan pelaksanaan
tugas. Supervisor juga mengusahakan semangat kebersamaan dengan lebih
menekankan “kita” daripada “saya”.
Walaupun supervisor memperhatikan kondisi dan hasil
kerja, tetapi perhatian utama ialah manusianya, untuk itu harus mengenal tiap
individu dan mampu merangsang agar tiap pelaksana mau meningkatkan diri. Salah
satu tujuan utama dari supervisi adalah orientasi, latihan dan bimbingan
individu, berdasarkan kebutuhan individu dan mengarah pada pemanfaatan
kemampuan dan pengembangan ketrampilan yang baru.
B. SASARAN SUPERVISI
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah
sebagai berikut :
1. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola
2. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana
3. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara
kontinue/sistematis
4. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
5. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang
6. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational
7. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan,
kedudukan dan keuangan.
C. TUJUAN SUPERVISI
Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang
nyaman, ini tidak hanya meliputi lingkungan fisik, tetapi juga suasana kerja
diantaranya para tenaga keperawatan dan tenaga lainnya , juga meliputi jumlah
persediaan dan kelayakan perawatan agar memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh
karena itu tujuan supervisi adalah :
1. Mengorganisasikan
staf dan pelaksanan keperawatan
2. Melatih staf
dan pelaksana keperawatan
3. Memberikan
arahan dalam pelaksanaan tugasnya agar menyadari dan mengerti terhadap peran,
fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan.
4. Memberikan
layanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan.
D. KOMPETENSI
Seorang supervisor harus memiliki kemampuan dalam :
1. Memberikan
pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan
pelaksana keperawatan.
2. Memberikan
saran, nasehat dan bantuan kepada staf/pelaksana keperawatan
3. Memberikan
motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaskanaan keperawatan
4. Proses
kelompok (dinamika kelompok)
5. Memberikan
latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksanaan keperawatan
6. Melakukan
penilaian terhadap penampilan kinerja perawat
7. Mengadakan
pengawasan agar asuhan keperawatan lebih baik.
E.
FUNGSI
1. Dalam
keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan mengorganisir proses
pemberian pelayanan keperawatan yang menyangkut pelaksanaan kebijakan pelayanan
keperawatan tentang standar asuhan yang telah disepakati.
2. Fungsi utama
supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki factor-factor yang
mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
3. Fungsi utama
supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasikan, menstimuli, dan mendorong
ke arah peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
4. Fungsi
supervisi adalah membantu (assisting), memberi support (supporting) dan mengajak
untuk diikutsertakan (sharing).
F. PRINSIP
Prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan adalah :
1. Didasarkan
atas hubungan profesional dan bukan pribadi
2. Kegiatan yang
direncanakan secara matang
3. Bersifat
edukatif, supporting dan informal
4. Memberikan
perasaan aman pada staf dan pelaksanaan keperawatan
5. Membentuk
suatu kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf dan pelaksana
keperawatan.
6. Harus
objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
7. Harus
progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing
8. Konstruktif
dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan.
9. Dapat
meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.
G. KARAKTERISTIK
Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila
memiliki karekteristik :
1. Mencerminkan kegiatan
asuhan keprawatan yang sesungguhnya
2. Mencerminkan pola
organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada
3. Kegiatan yang
berkesinambungan yang teratur atau berkala
4. Dilaksanakan oleh
atasan langsung (Kepala unit/Kepala Ruangan atau penanggung jawab yang
ditunjuk).
5. Menunjukkan
kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
H. CARA SUPERVISI
1. Langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam
kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai
perintah. Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah :
·
Pengarahan harus lengkap
·
Mudah dipahami
·
Menggunakan kata-kata yang tepat
·
Berbicara dengan jelas dan lambat
·
Berikan arahan yang logis
·
Hindari memberikan banyak arahan
pada satu saat
·
Pastikan bahwa arahan dipahami
·
Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan
atau perlu tindak lanjut
2. Tidak
langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan,. Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga
mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.
I.
KEGIATAN
RUTIN SUPERVISOR
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor
setiap harinya (bittel,a987) adalah sebagai berikut:
1. Sebelum
pertukaran shift (15-30 menit)
·
Mengecek kecukupan
fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu
·
Mengecek jadwal kerja
2. Pada
waktu mulai shift (15-30 menit)
·
Mengecek personil yang ada
·
Menganalisa keseimbangan personil
dan pekerjaan
·
Mengatur pekerjaan
·
Mengidentifikasi kendala yang
muncul
·
Mencari jalan supaya pekerjaan
dapat diselesaikan.
3. Sepanjang
hari dinas (6-7 jam):
·
Mengecek pekerjaan setiap personil,
dapat mengarahkan, instruksi, mengoreksi atau memberikan latihan sesuai
kebutuhannya.
·
Mengecek kemajuan pekerjaan dari
personil sehingga dapat segera membantu apabila diperlukan
·
Mengecek pekerjaan rumah tangga
·
Mengecek kembali pekerjaan personil
dan kenyamanan kerja, terutama untuk personil baru.
·
Berjaga-jaga di tempat apabila ada
pertanyaan, permintaan bantuan atau hal-hal yang terkait.
·
Mengatur jam istirahat personil
·
Mendeteksi dan mencatat problem
yang muncul pada saat itu dan mencari cara memudahkannya.
·
Mengecek kembali kecukupan
alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional
·
Mencatat fasilitas/sarana yang
rusak kemudian melaporkannya
·
Mengecek adanya kejadian kecelakaan
kerja
·
Menyiapkan dan melaporkan secara rutin
mengenai pekerjaan.
4. Sekali
dalam sehari (15-30 menit)
Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinu
untuk 15 menit. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi seperti :
Keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan dan lain
sebagainya.
5. Sebelum
pulang
·
Membuat daftar masalah yang belum
terselesaikan dan berusaha untuk memecahkan persoalan tersebut keesokan
harinya.
·
Pikirkan pekerjaan yang telah
dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya, kecukupan material dan
peralatannya.
·
Lengkapi laporan harian sebelum
pulang
·
Membuat daftar pekerjaan untuk
harinya, membawa pulang memperlajari di rumah sebelum pergi bekerja kembali.
J. SUPERVISOR KEPERAWATAN
Yang termasuk supervisor keperawatan adalah:
1. Kepala
ruangan, kepala ruangan bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan
diunit kerjanya. Kepala rungan merupakan ujung tombak penentu tercapai tidaknya
tujuan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pendokumentasian di
unit kerjanya.
2. Pengawas
Keperawatan, beberapa ruangan atau unit pelayanan berada di bawah satu
instalasi, pengawas perawatan bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pada
areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang berada dalam satu instalasi
tertentu, misalnya instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan dan lain-lain.
3. Kepala seksi,
beberapa instansi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi
mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.
4. Kepala Bidang
keperawatan, Kabid Keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi
kepada kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung.
Dengan demikian supervisi berikatan dengan struktur
organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi
supervisor dan siapa yang disupervisi.
K. PERAN DAN FUNGSI KEPALA RUANGAN
Pada kesempayan ini yang akan dibahas lebih lanjut
adalah peran dan fungsi kepala ruangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan,
melalui supervisi.
Menutur Depkes RI 1994, “ Kepala ruangan adalah
seorang tenaga perawat profersional yang diberi tanggung jawab dan wewenang
dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat.”
Tanggung jawab kepala rungan dapat diidentifikasi sesuai
dengan perannya meliputi:
1. Manajemen
personalia/ketenagaan, meliputi penerimaan, seleksi, orientasi, pengembangan
tenaga, penilain penampilan kerja, promosi dan penyediaan ketenagaan staf
keperawatan.
2. Manajemen
operasional, meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan dalam
pelayanan keperawatan.
3. Manajemn
kuliatas pelayan, meliputi pengembangan standar asuhan keperarawatan, program
kendali mutu, program evaluasi team dan persiapan untuk akreditasi pelayanan
keperawatan.
4. Manajemen finansial,
meliputi budget, cost control dalam pelayanan keperawatan.
L. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan
suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan
keperawatan tercapai maka diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan
kepeminpinan khususnya bagi kepala rungan menurut Kron (1981) kegiatan tersebut
meliputi: Perencanaan dan pengorganisasian, membuat penugasan dan memberi
pengarahan, pemberian bimbingan, mendorong kerja sama dan berpartisipasi,
melakukan koordinasi kegiatan dan melakukan evaluasi hasil penampilan kerja. Melalui
kegiatan-kegiatan ini diharapkan kepala ruangan dapat melakukan tanggung
jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan
kepala ruangan sebagai pemimpin bertanggung jawab dalam :
1) Membantu
perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan
2) Mengarahkan
kegiatan-kegiatan keperawatan
3) Bertanggung
jawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
4) Pelaksanaan
keperawatan sebagai standar
5) Penyelesaian
pekerjaan dengan benar
6) Pencapaian
tujuan keperawatan
7) Memperhatikan
kesejahteraan bawahan
8) Memotivasi
bawahan
BAB VI
PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988
KELOMPOK 1
TINGKAT II B
ARI SULISTIANTO
ALVIONITA REZA NINGSIH
AHMAD RAMADHAN
DIO FEBRI ANJAS
MADE ASMA
RANDES SUGARA
RM EDO HARYANTO
TARI SEPTI ANDRIANI
Komentar
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda setelah membaca postingan ini?