Langsung ke konten utama

BPH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BPH (BENIGNE PROSTSTE HIPERPLASIA)


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BPH (BENIGNE PROSTSTE HIPERPLASIA) POST OP TUR P (TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE)

A.     KONSEP DASAR
I.              PENGERTIAN
Bening Prostate hyperplasia adalah hiperplasia kelenjar prostat yang dapat membuntu uretra pars prostatika dan memyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. (Basuki B. Poernomo, 2000).

II.           ETIOLOGI
Hingga sekarang belum diketahui SU pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat. Tetapi beberapa hipotesin menyebabkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrostes tateron (DIH) dan proses aging (menjadi tua)
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
-          Adanay perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
-          Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagi pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
-          Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena bekurangnya sel yang mati.
-          Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

III.        ANATOMI
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak disebelah infernior buli-buli, di depan rektrum dan membungkus uretra presterior. Bentuknya seperti buah kenari degan ukuran  4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Prostat mengahasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

IV.        PATIFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontrasi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatimik dari buli-buli berupa hipertrafi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli.
Tekanan intravesikal yang tinggi akan diteruskan keseluruh bagain buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke uretel atau terjadi refluks vesiko-ureter, keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefroasi bahkan akhirnya dapat jatuh dalam gagal ginjal.

V.           GEJALA KLINIS
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iriatif dan ostruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun yang miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi) dan neyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (itermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensia urin dan inkontinen karena overflow.
Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat bebrapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingakat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-gejala prostat WHO (Internasional Prostat Symtom Score, IPSS) dan skor madsen lverson.

VI.        PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.       Pemeriksaan laboratorium.
-            Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi.
-            Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
-            Pmrx Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagi dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan (bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi, sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml).
-            Pmrx prostate spesific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat (bila PSAD ³ 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2.       Pemeriksaan radiologis.
-            Foto potos abdomen untuk melihat adanya batu pada traktus urimanius, pembesaran ginjal atau buli-buli, dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metasatasis dari keganasan prostat serta osteopotosis akibat kegagalan ginjal.
-            Pielogravi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter di visika. Indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urin atau filling defect di vesika.
-            USG dapat diperkirakan besarnya prostat, m’metiksa massa ginjal, mendeteksiresidu urin, batu ginjal, devertikulim / tumor buli.
VII.     PENATALAKSANAAN
1.       Observasi (watchfall waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan (skor modsen lversen £ 9) nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan, sisa kencing, pmrs colok dubur.
2.       Medikamentosa.
Tujuan terapi medika mentosa adalah berusaha untuk (1). Resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan x blocker (penghambat alfa adnenergik) contohnya : fenoksibenzamin dan fentolamin, golongan obat ini mempunyai efek simtemik yang merugikan yaitu hipotensi postural. (2). Mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon tetos teron / dehidotestosteron (DHT), contohnya : finasteride.
3.       Terapi bedah / operasi.
-    Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyakit tertentu, antara lain : retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas atau keluhan yang dan menunjukan perbaikan setelah menjalani pengobatan medika mentosa.
-    Pembedahan terbuka, prostatektomi terbuka adalah metode dari millin yaitu melalui melakukan enukleasi kelenjar prostat.
-    Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Trans Urethral Resection of the Prostate) atau dengan memakai energi laser yaitu TULP (Trans Urethral Laser of the Prostate)
-    TUR P (Reseksi Prostat Transurethra), jaringan prostat diangkat dengan sistoskop reseksi kelenjar prostat dilakukan trans urethra dengan mempergunakan cairan iringan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksud agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang seing dipakai dan harganya cukup mudar adalah H2O steril (Aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P, ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat dan terdapat brodikandi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain yaitu cairan glisin.
Dibandingkan dengan pembedahan terbuka, TURP mempunyai beberapa keuntungan antara lain (1) tidak meninggalkan luka tau bekas sayatan, (2) lama operasi lebih singkat, (3) waktu tinggal di rumah sakit lebih singkat.
Penyulit TUR P
Selama Operasi
Pasca bedah dini
Pasca bedah lanjut
Pendarahan
Sindroma TUR P
Perforasi
Pendarahan
Infeksi lokal atau
sistemik
Inkontinesi
Disfunsi ereksi
Ejakulasi retrograd
Striktusa uretra
-    Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda dilakukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (Transurethral Incision of the Prostate).



VIII.  KOMPLIKASI
1.       Hidroureter.
2.       Hidronefrosis.
3.       Pionefrosis pilonefritis
4.       Gagal ginjal.

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
I.              PENGKAJIAN
a).     Pengumpulan Data.
1.       Identitas klien.
Meliputi nama, umur (umur yang terkena BPH diatas 50 tahun) jenis kelamin (menyerang laki-laki dari pada wanita), agama, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tgl MRS, nomor registrasi dan diagnosa medis.
2.       Keluhan utama.
Keluhan yang paling dirasakan pada px BPH post op TUR : nyeri, pada BPHnya sendiri yaitu sulit kencing dan kencing menetes.
3.       Riwayat penyakit dahulu.
Penderita penyakit sebelumnya mempunyai riwayat penyakit ISK (Infeksi Saluran Kencing).
4.       Riwayat penyakit sekarang.
Penyakit ini didahului dengan keluhan tidak bisa kencing namun ada perasaan ingin kencing dan kencing keluar sedikit-sedikit (menetes).
5.       Riwayat penyakit keluarga.
Umumnya keluarga turut b
6.       Pola-pola fungsi kesehatan.
1.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Meliputi pandangan klien tentang hidup sehat dan bagaimana klien mengatasi masalah kesehatannya.
2.       Pola nutrisi dan metabolisme.
Adanya penurunan berat badan karena adanya mual muntah dan malas makan.
3.       Pola eliminasi.
Karena adanya pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan penurunan kekuatan / dorongan aliran urine, tetesan, nyeri waktu kencing, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap.
4.       Pola aktivitas dan katihan.
Adanya kelemahan, keletihan dan malaise menyebabkan malas beraktifitas.
5.       Pola perawatan diri.
Perawatab diri yang dilakukan klien berkurang akibat adanya nyeri dan kelemahan.
6.       Pola persepsi dan konsep diri.
Menunjukan gangguan konsep diri (harga diri menurun) dialami klien atau tidak.
7.       Pola sensorik dan kognitif.
Kemungkinan perubahan sensorik dan kognitif terganggu karena pasien yang terserang BHP kebanyakan berusia lanjut.
8.       Pola istirahat dan tidur.
Pasien mengalami kurang tidur karena manahan nyeri dan perasaan pada kandungan kencing.
9.       Pola hubungan dan peranan.
Menunjukan bagaimana kemampuan klien berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
10.   Pola sexualitas.
Adanya ketakutan inkontinensia selama hubungan / adanya penurunan ejakulasi, disfungsi ereksi pasca bedah lanjut.
11.   Pola tata nilai dan kepercayaan.
Klien merasa tidak dapat melakukan ibadah dengan semestinya karena kemungkina adanya tetesan urin.
b).    Pemeriksaan Fisik.
-          Keadaan Umum.
Keadaan klien lemah, bedrest, turgor kulit menurun, mukosa bibir kering.
TTV : hipotensi / hipertensi.
Lakhikandia.
Peningkatan suhu tubuh.
PR naik, BB turun.
-          Kulit, rambut, kuku.
Warna kulit, kebersihan kulit, rambut, kuku.
-          Kepala, leher.
Bentuk kepala simetris / asimetris, ada benjolan / tidak.
-          Mata.
Bentuk mata, warna, anemsi / tidak.
-          Telinga, hidung, mulut, tenggorokan.
Bentuknya, kebersihannya, adakah nyeri tekan, penciuman, pembesaran tirid.
-          Thorax dan abdomen.
Bentuk thorax, nyeri tekan abdomen bagian bawah, turgor kulit pada abdomen.
-          Sistem Respirasi
Jumlah, irama, kecepatan pernafasan.
-          Sistem Kardiovaskuler.
Jumlah, frekuensi, irama dari nadi, meningkatnya nadi, tensi.
-          Sistem Genitourinaria.
Konstipasi karena terhalang pembesaran kandung kemih, nyeri waktu kencing, nokturia, hematuria (kadang-kadang), ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
-          Sistem Muskuluskeletal.
Penurunan tenus otot daerah genetalia, refleks patella.

-          Sistem Endokrin.
Pembesaran kelenjar prostat.
-          Sistem Persyarafan.
Kesadaran klien, hati-hati adanya syok septik.

II.           DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan darah edema post pembedahan.
2.       Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan irifasi mukosa kandung kemih post pembedahan.
3.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur infasiu alat selama pembedahan dan irigasi kandung kemih sering trauma jaringan.
4.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol pendarahan selama operasi.
5.       Penurunan aktifitas  berhubungan dengan penyakit yang diderita (kelemahan, malaise).

III.        INTERVENSI
1.       Dx 1
:
gangguan pola eliminasi berhubungan dengan prosedur bedah.
Tujuan
:
Gangguan pola eliminasi teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
KH
:
-       BAK lancar.
-       Mampu mengontrol kencing.
Rencana Tindakan :
1.       Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
2.       Observasi cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar, khususnya selama irigasi kandung kemih.
3.       Dorong pasien untuk berkemih bila ada rangasangan berkemih.
4.       Ukur volume resida bila ada katetes suprapubik.
5.       Kolaborasi dengan dokter untuk mempertahankan irigasi kandung kemih sesuai indikasi untuk pasca opersi dini.
Rasional :
1.       Diharapkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
2.       Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah  dan spasme kandung kemih dapat segera dikeluarkan dan di atasi.
3.       Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih dan meningkatkan tonus kandung kemih.
4.       Mengawasi keefektifan kekosongan kandung kemih menunjukkan perlunya kontuinitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik.
5.       Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan aliran urin.
2.       Dx 2
:
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kmih post pembedahan.
Tujuan
:
Nyeri hilang / berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.
KH
:
-       Nyeri hilang.
-       Wajah ceria, tidak menyeringai.
Rasional :
1.       Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10).
2.       Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
3.       Tingkat pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi.
4.       Berikan informasi yang akurat tentang kateter dan spame kandung kemih.
5.       Berikan tindakan nyaman (dengan sentuhan terapeutik, perubahan posisi, ajarkan teknik relaxasi (perlu disendirikan) teknik relaksasi dan distraksi).
6.       Kolaborasi pemberian obat antispasmodik.


Rasional :
1.       Untuk mengetahui tingkat nyeri sehingga adanya spasme kandung kemih dapat diketahui.
2.       Mempertahankan fungsi kateter dan drainage, menurunkan resiko distensi atau spasme kandung kemih.
3.       Menurunkan iritasu dengan mempertahankan aliran cairan constan ke mukosa kandung kemih.
4.       Menurunkan ansietas dan meningkatkan kerjasama.
5.       Menurunkan tegangan otot dan dapat meningkatkan koping.
6.       Merilekskan otot polos dan menurunkan spasme dan nyeri.
3.       Dx 3
:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasif alat selam pembedahan dan irigasi kandung kemih sering trauma jaringan.
Tujuan
:
Infeksi tidak terjadi dalam waktu 2 x 24 jam.
Kh
:
-       Tidak mengalami tanda infeksi.
Rencana tindakan :
1.       Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga dnegan menjelaskan tentang perlunya tindakan.
2.       Pertahankan sistem kateterisasi steril.
3.       Observasi ttv.
4.       Observasi sekitar kateter.
5.       Pembersihan dan pengeringan kulit sekitar kateter.
6.       Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional :
1.       Memudahkan tindakan karena klien kooperatif.
2.       Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
3.       Pasien yang menjalani turp beresiko syok septik, observasi sangat penting.
4.       Kemungkinan adanya eritem beresiko tinggi.
5.       Menghilangkan atau mengurangi media pertumbuhan bakteri.
6.       Mengurangi resiko infeksi.

DAFTAR PUSTAKA



Arif Mansjur. Dkk,  Kapita Selekta Kedokteran. Media Easculapius, FKUI 2000.
Basuki B. Poernomo. Dasar-Dasar Urologi, CV. Sagung Seto, 2000.
Marilynn E. Doengos, Rencana Asuhan Keperawatan EGC, 2000.



BAB I
PENDAHULUAN


Benign Prostat Hperplasia (BPH) adalah suatu pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Dongoes, 671). Istilah hypertrofi prostat kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periurethra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (mansyoer, 329). Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari hiperplasia prostat adalah suatu keadaan dimana pada kelenjar periuretra terjadi pembesaran yang progresif yang mendesak jaringan prostat sehingga menyebabkan berbagai derajat uretra (menimbulkan pembatasan urine).
Gejala benigna prostate hiperplasia ini sangat bervariasi antara seorang penderita dengan penderita lainnya tergantung dari berat penyakitnya. Dimana angka kejadian penyakit ini pada pria usia 50 tahun sekitar 50 %, usia 80 tahun sekitar 80 %, dan pada usia 90 tahun 100 %.
Berdasarkan uraian di atas pada kesempatan ini perawat akan membahas mengenai Benigna prostate Hiperplasia yang terjadi pada Ny.”U” di RSUP M. Hoesin Palembang yang dirawat di ruang IRD atau Mawar Atas.












BAB II
BENIGNA PROSTATE HYPERTROPHY
(BPH)


1.      PENGERTIAN

Benign Prostat Hperplasia (BPH) adalah suatu pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Dongoes, 671).
Istilah hypertrofi prostat kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periurethra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (mansyoer, 329).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari hiperplasia prostat adalah suatu keadaan dimana pada kelenjar periuretra terjadi pembesaran yang progresif yang mendesak jaringan prostat sehingga menyebabkan berbagai derajat uretra (menimbulkan pembatasan urine).

2.      ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hypertrofi prostat belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen. Perubahan mikroskopis pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yag ada pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%

3.      PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostate terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostate, retensi pada leher buli-buli dan daerah prostate meningkat secara otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sekulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala :
a.       Penurunan kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah penurunan gambaran awalnya dan menetap dari BPH.
b.      Nokturia dan frekuensi terjadi karena penggosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi pendek.
c.       Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia ) karena hambatan normal dari konteks berkurang dan tonus otot spinkter dan uretra berkurang selama tidur.
d.      Urgensi dan dysuria jarang terjadi, jika ada disebabkan ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

4.      MANIFESTASI KLINIS
Sesuai dengan anatomi maka pembesaran prostate dapat mengenai daerah peruretral, daerah subtrigonal atau daerah bladder neck dan pendesakan daerah inilah yang menyebabkan gejala klinik. Progresitifitas dari BPH adalah lambat artinya penderit tidak mengetahui omset dari penyakitnya itu dan ia timbul telah ada penyulit-penyulit, seperti yang sering adalah retensi urine, berkurangnya pancaran kencing, air kencing menetes setelah habis berkemih, berkemih tidak lampias. Tapi tidak semua BPH menimbulkan keluhan, adapun keluhan tersebut dapat dibagi dalam derajat :
a.       Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran kencing, kencing tidak lampias, frekuesi bertambah pada malam hari
b.      Derajat II : adanya retensi urine maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat
c.       Derajat III : timbul retensi total

TANDA/GEJALA
a.      Urinary Frequency
Tidur di malam hari terganggu hanya untuk kencing. Frekuensi kencing saat siang atau malam hari (nocturia) biasanya sedikit
b.      Urinary urgency
Tiba-tiba saja ingin kencing dengan cepat. Perasaan akan kencing sebentar lagi, tanpa terkontrol
c.       Hesitancy
Aliran urin yang lemah, ragu-ragu, dan terputus-putus. Sulit untuk memulai kencing. Harus berdiri atau duduk di toilet beberapa saat terlebih dahulu sebelum kencing.
d.      Incomplete bladder emptying (Penggosongan kandung kemih yang tidak sempurna)
Adanya rasa tidak puas setelah berkemih. Perasaan ada urin residu/sisa yang menetap tanpa memperhatikan frekuensi miksi.
e.       Staining (Tegang, mengejan)
Perlu sensasi mengejan untuk menggosongkan kandung kemih
f.        Decreased force of stream (Berkurangnya kekuatan kencing)
Perasaan subjektif kehilangan kekuatan saat kencing. Kehilangan sejumlah kecil urine karena aliran urine yang jelek.

Selain gejala diatas dapat timbul gejala lain seperti:
a.                                                                               Masa pada abdomen bagian bawah
b.      Hematuria
c.       Overflow urinaria incontinentia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstuksi bladder neck sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan ureum dan kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya.

5.      KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi decompensasi akan menjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidraureter hidronefrosis dan gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat endapan sisa urine dapat berbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi infeksi.
Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu ;
a.       Hemoroid
b.      PerdarahanOsteitis pubis

6.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolic. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.

b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostate serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fisk hook appearance (gambaran ureter berbelok-belok di vesika). Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.
Selain itu terdapat beberapa test yang biasanya dilakukan oleh Dokter untuk mengidentifikasi masalah dan memutuskan pengobatan apa yang harus pasien terima. Beberapa test yang biasanya dilakukan seorang dokter urology antara lain :
a.       Digital rectal examination (DRE)
Test ini biasanya merupakan test pertama yang dilakukan dokter. Dokter memasukkan jari ke rectum dan merasakan prostat dekat rectum. Test ini memberikan opini bagi dokter tentang ukuran dan kondisi prostat.
b.      Prostate-spesific antigen (PSA) Blood Test
Jika dicurigai terdapat kanker dalam prostat, test ini pun dilakukan, yaitu dengan menangkap gelombang suara yang diarahkan ke prostat. Pola-pola gema suara itu dicatat untuk menentukan ada tidaknya tumor.
c.       Urine Flow Study
Dokter meminta pasien untuk membuang air kecil ke dalam sebuah alat khusus untuk mengukur seberapa cepat air seni mengalir. Suatu arus yang dikurangi sering kali menyarankan BPH
d.      Cystoscopy
Dalam test ini, dokter menyisipkan sebuah tabung kecil melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih.

6.      PENATALAKSANAAN
  1. Observasi (watchfull waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alcohol agar tidak terlalu sering miksi.
  1. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolute untuk terapi bedah yaitu :
    1. Retensio urine brulang
    2. Hematuria
    3. Tanda penurunan fungsi ginjal
    4. Infeksi saluran kemih berulang
    5. Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
    6. Ada batu saluran kemih
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the prostate (TUR P), Transurethral insision of the prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG. Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
  1. Terapi invasif minimal
    1. Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika.
    1. Dilatasi Balon Transurethral (TUBD)
    2. Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)
    3. Stent Prosta













ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
1.      Sirkulasi
Tanda  :     Peninggian TD (efek pembesaran ginjal).
2.      Eliminasi
Gejala  :     Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, tetesan
   Keragu-raguan pada berkemih awal
   Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
   Nokturia, disuria, hematuria
   Duduk untuk berkemih
   ISK berulang, riwayat batu (stasis urinaria)
   Konstipasi (Prostrusi prostat kedalam rektum)
Tanda  :  Massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih
  Hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal   yang memerlukan pengosongan kandung kemih dan mengatasi tahanan).
3.      Makanan/Cairan
Gejala :  Anoreksia, mual muntah
               Penurunan berat badan.
4.      Nyeri/Kenyamanan
Gejala  :  Nyeri supropubis, panggul atau punggung tajam kuat ( pada    prostatitis akut)
          Nyeri punggung bawah
5.      Keamanan
Gejala  :  Demam
6.      Seksualitas
Gejala  : Masalah tentang efek kondisi terapi pada kemampuan seksual
         Takut inkontinasia/menetes selama hubungan intim.
         Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Tanda   : Pembesaran, nyeri tekan prostat.
7.      PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala                  : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotic urinary atau agen antibiotic, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik
Pertimbangan       DRG menunjukkan rerata lama dirawat :2,2 hari
Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi, contoh kateter

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Urinalisa             : Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah), penampilan keruh, Ph 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi), bacteria, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis
Kultur Urine     : Dapat menunjukan staphylococus aureus, proteus, klebsiella ,pseudomonas  atau   escherchia coli.
Sitologi urine      : Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.
BUN/Kreatinin   : Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi
Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik : peningkatan karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat mengindikasikan metastase tulang).
SDP                  :   Mungkin lebih besar dari 11.000 mengindikasikan infeksi bila pasien tidak    imumosupresi.
Penentuan kecepatan aliran urine : mengakaji derajat obstruksi kandung kemih.
IVP dengan film pasca berkemih : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan ureta karena ini menggunakan bahan kontras lokal.
Sistogram           : Mengukur tekanan dan volume dalam kandungan kemih, untuk mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan HPB.
Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine, melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan HPB.       

PRIORITAS KEPERAWATAN
  1. Menghilangkan retensi urine akut
  2. Meningkatkan kenyamanan
  3. Mencegah komplikasi
  4. Membantu pasien untuk menerima masalah psikososial.
  5. Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

TUJUAN PEMULANGAN
  1. Pola berkemih normal
  2. Nyeri/ketidak nyamanan hilang
  3. Komplikasi tercegah/minimal
  4. Menerima situasi secara nyata
  5. Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Retensi urine (Akut/kronik)
Dapat dihubungkan dengan :
-          Obstruksi mekanik; pembesaran prostat
-          Dekompensasi otot destrusor
-          Ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat
Kemungkinan dibuktikan oleh :
-          Frekuensi, keragu-raguan, ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih dengan lengkap;inkontinensia/menetes
-          Distensi kandung kemih, residu urine.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi pasien akan:
-          Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
-          Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari  50 ml dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran.
Tindakan / Intervensi
-          Dorong psien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
Rasional                : Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih.
-          Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
Rasional                : Tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung
                                 kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan
                                abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara
                                 tidak sadar.
-          Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional                : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
-          Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis.
Rasional               : Retensi urine meningkat tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuan untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
-          Perkusi/palpasi area suprapubik
Rasional     : Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
-          Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi edema perifer/dependen, perubahan mental.  timbang tiap hari. Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat.
Rasional          :  Kehilangan fugsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan  dan akumulasi sisa toksik; dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.
-          Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan
Rasional             : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan  membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
-          Berikan kateter dan perawatan perineal
Rasional             : Menurunkan resiko infeksi asenden
-          Berikan rendam duduk sesuai indikasi
Rasional             : Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat
                             Meningkatkan upaya berkemih.
2.      Nyeri (Akut)
Dapat dihubungkan dengan :
-          Iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
-          Keluhan nyeri (kandung kemih/spasme rectal).
-          Penyempitan focus, perubahan tonus otot, meringis, perilaku distraksi, respon anatomik, gelisah
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi pasien akan :
-          Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
-          Tampak rileks dan mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat

Tindakan/ Intervensi
-          Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10 ) lamanya
Rasional          : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
                          Pilihan/keefektifan intervensi.
-          Plaster selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan).
Rasional          : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis   skrotal

-          Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung membantu pasien melakukan posisi yang nyaman mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam aktifitas terapeutik.
Rasional          : meningkatkan relaksasi/memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
-          Dorong menggunakan redam duduk, sabun hangat untuk perineum.
Rasional          : meningkatkan relaksasi.
-          Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional          : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
3.      Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
 faktor resiko meliputi :
-          Pasca obstruksi diuresis dan darinase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
-           Endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
-     Tidak dapat diterpkan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala (membuat diagnosa aktual).
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
-     Mempertahankan hydrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membran mukrosa lembab.

Tindakan / Intrvensi
-          Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan.
      Rasional    : Diuresis cepat dapat menyebabklan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium di absorbsi dalam  tubulus ginjal.
-          Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
   Rasional    : Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic, pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi/hipovolemia.
-          Awasi TD, nadi dengan sering, evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral.
Rasional    : Memampukan deteksi dini/intervensi hipovalemik sistemik.
-          Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
Rasional    : Menurunkan kerja jantung memudahkan homeostatic sirkulasi.

  1. Ketakutan / Ansietas (Uraikan Tingkatkan)
Dapat dihubungan dengan :
-          Perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah/molignasi.
-          Malu/hilang martabat sehubungan dengan pemajanan genetal sebelum, selama dan sesudah tindakan; masalah tentang kemampuan seksualitas.

Kemungkinan dibuktikan oleh :
-          Peningkatan tegangan, ketakutan,kekuatiran
-           Mengekspresikan masalah tentang adanya perubahan.
-          Ketakutan akan konsekuensi tak spesifik.
Hasil yang diharapkan :
-          Tampak rileks
-          Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
-          Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
-          Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut

Intervensi
-          Selalu ada untuk pasien buat hubungan saling percaya dengan pasien orang terdekat.
Rasional    : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu.
-          Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contoh : kateter, urine berdarah, iritrasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
Rasional    : Membantu pasien dalam memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker.
-   Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien. Lindungi      privasi pasien
 Rasional      : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien
-  Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
 Rasional      : Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, menjelaskan kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah
-    Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
Rasional    : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberi informasi


5.   Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan :
- Kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi
- Tidak mengenal sumber informasi
-  Masalah tentang area sensitif
Kemungkinan dibuktikan oleh
- Pertanyaaan, meminta informasi
- Menyatakan masalah/indicator non-verbal
- Tidak akurat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit
- Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu
- Berprilaku dalam program pengobatan

Intervensi
- Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
Rasional       : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi
- Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian
Rasional       : Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital
-  Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
Rasional       : Mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan
- Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alcohol, mengemudi lama, pemasukan cairan cepat (terutama alcohol)
Rasional       : Dapat menyebabkan iritasi prostate dengan masalah kongesti
- Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh urine keruh, berbau, penurunan haluaran urine, adanya demam/menggigil
Rasional       : Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius
- Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa
Rasional       : Menurunkan resiko terapi tak tepat
- Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikit nya 6 bulan sampai 1 tahun, termasuk pemeriksaan rektal, urinalisa
Rasional      : Hipertropi berulang atau infeksi disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda
-    Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
Rasional          : Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan efek penampilan seksual





















BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian                                         : 11 Juni 2008
Tanggal masuk rumah sakit                             : 10 Juni 2008
Jam masuk rumah sakit                                   : 14.00wib
Kamar Nomor                                                 : Mawar Atas
Rumah Sakit                                                   : RSUP.Dr.Moh.Hoesein
No.Register                                                     : 08019173
No.Rekam Medis                                            : 161693

A.    Data
a. Nama                                                     : Tn “U”
b. Nama panggilan                                    : Tn “U”
c. Umur                                                     : 76  Tahun
d. Jenis kelamin                                         : Laki-laki
e. Status perkawinan                                 : Kawin
f. Agama                                                   : Islam
g. Suku/bangsa                                          : Palembang/Indonesia
h. Bahasa yang digunakan                                    : Bahasa Palembang.
i. Pendidikan                                             : SMA
j. Pekerjaan                                                : PNS
k. Alamat Rumah                                      : Tanjung Raya Utara, Palembang
l. Sumber biaya                                         : ASKES
m. Nama suami/Isteri                                : “Ny”. “F”
n. Nama penanggungjawab                       “ Ny”. “F”                                           :





B.     Riwayat Penyakit
I.   Kelurah Utama
Klien mengatakan sulit ketika BAK, BAK tidak tuntas, nyeri/sakit saat BAK, kateter terpasang, personal hygiene dibantu oleh Isteri, nafsu makan kurang, terjadi pembesran di alat kelaminnya.

II. Riwayat Kesehatan Sekarang
Lebih kurang 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit penderita mengeluh nyeri sat BAK, tidak terdapat demam, menunggu lama saat BAK, BAK tidak lampias, BAK menetes, sering BAK malam, terjadi pembesaran dialat kelamin, Hematuria.

III. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak pernah mengalami penyakit berat sebelumnya, hanya menderita batuk, pilek, tekanan darah tinggi  lebih kurang 10 tahun yang lalu. Bila sakit klien berobat ke Rumah Sakit.

IV. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang dialami klien yaitu prostat, yang sampai diawat di rumah sakit umum  dan tidak ada yang sedang menderita penyakit hipertensi seperti klien. Hanya saja orang tua klien mengalami hipertensi.
Genogram

Keterangan :
                   : Laki-laki


                   : Perempuan

                    : Klien

---------        : Tinggal serumah
                    
                     : Laki-Laki meninggal
                    
                     : Perempuan meninggal





V.  Diagnosa medik pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang dilakukan :
- Diagnosa             : BPH
- Tindakan  yang dilakukan pada saat masuk Rumah Sakit :
§ Memasang infus
§ Memasang selang kateter
§ Mengambil darah untuk pemeriksaan lab.
§ EKG.

VI. Pola Aktivitas dan Latihan
No
Kebiasaan sehari-hari
Sebelum sakit
Saat sakit
1
NUTRISI
Makan
Pola/frekuensi
Jenis Makanan
Porsi
Diit Khusus
Masalah
Minum:
·         Pola/frekuensi
·         Jenis
·         Masalah


3 x sehari
Nasi biasa
1 piring
Tidak ada
Tidak ada

5-6 gelas
Air putih
Tidak ada



3 x sehari
Nasi bubur
1/2 piring
tidak ada
tidak ada

2-3 gelas
Air putih
Tidak ada
2
ELIMINASI
Buang air kecil (BAK)
Pola/frekuensi
Warna/bau
Alat Bantu/obat
Masalah
Buang Air Besar(BAB)
Pola/frekuensi
Konsistensi
Penggunaan pencahar
Masalah



4-5 x sehari
Jernih/amoniak
Tidak ada
Tidak ada      

2 x sehari
Lembek
Tidak ada
Tidak ada


Kateter
Merah/amoniak
Kateter
Hematuria,nyeri

1 x sehari
Lembek
Tidak ada
Tidak ada
3
ISTIRAHAT DAN TIDUR
Malam
Siang
Masalah


6 jam / hari
1 jam / hari
Tidak ada


3-4 jam / hari
Kadang-kadang
Menahan nyeri
4
PERSONAL HYGIENE
Mandi
Ganti Baju
Gosok Gigi
Potong kuku
Masalah


2 x sehari
2 x sehari
2 x sehari
1 x seminggu
Tidak ada


1 x sehari( lap)
1 x sehari
1 x sehari
Belum pernah
Tidak ada
5
AKTIVITAS SEHARI_HARI
Siang Hari
Malam Hari
Masalah


Di rumah
Tidur
Tidak ada


Istirahat
Istirahat
Tidak ada

C.     Pemeriksan Fisik
Tingkat kesadaran : Compos Mentis
K/U                       : Lemah
TD                         : 180/90  mmHg
HR                        :  92 X/mnt
RR                         :  25 x/menit
T                            :  36,5 0C.

1.      Kepala :
Bentuk                              = Simetris
Rambut                             = Warna putih, distribusi tidak rata, kebersihan cukup
Mata                                  = Bentuk simetris, ictekrik(-), pupil isokor
mulut                                 = Bentuk simetris, jumlah gigi tidak lengkap, tidak ada
                                              Peradangan pada gusi, tidak menggunakan gigi palsu
                                             Warna bibir agak pucat, mukosa bibir kering.
Hidung                              = Tidak ada peradangan, fungsi penciuman baik

2.      Leher :
Tidak ada distensi vena jugularis.
Tidak ada bekas operasi.
Tidak ada pembengkakan.

3.      Thorax (dada)
Inspeksi                 : Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri
                                Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
   Pola napas ireguler
Palpasi                   : Tidak ditemukan adanya krepitasi
Perkusi                  : Pada daerah paru ditemukan suara resonan
Auskultasi             : Pernapasan Vesikuler, tidak ada ronchi, whizing
Jantung                  : Tidak ada pembesaran, normal

4.      Abdomen
o   Inspeksi           :  Simetris, tidak ada pembesaran seperti bengkak ataupun asites
                                 Tidak ada bekas operasi.
o   Auskultasi       :  Bising usus 10 x/mnt.
o   Palpasi             :  - Tidak ada nyeri tekan.
                                 - Tidak ada pembesaran hati/limfe.
o   Perkusi            :  Didapatkan Suara Tympani

5.      Genitalia ( Perkemihan )
o   Inspeksi           :  Adanya pembesaran prostat
Adanya hematuria pada kencing
Kateter terpasang
o   Palpasi             :  Nyeri tekan pada kandung kemih
Nyeri tekan pada prostat

6.      Ekstremitas
o             Inspeksi           :  -        Tidak ada oedema
-                Tidak ada varises.
-                Tidak ada luka/bekas operasi.
o             Palpasi             :   -       Tidak ada nyeri tekan.
-                Turgor kulit kurang baik.
o             Kulit                :   Warna kulit putih, turgor kurang elastis, bersih.

7.      Program Terapi

Terapi tanggal 10 juni 2008
o   IVFD RL xx gtt/menit
o   Cefotaxime 2 x 1 g
o   Tramadol 2 x 1 g
o   Ranitidine 2 x 1 g
Terapi tanggal 11 juni 2008
o   IVFD RL xx gtt/menit
o   Cefotaxime 2 x 1 g
o   Tramadol 2 x 1 g
o   Ranitidine 2 x 1 g
o   Asam tranexamat 2 x 1 g
o   Diit BB



8.      Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin                      : 11,3 g/dl
Hemotokrit                        :  3,2 vol %
Leukosit                            :  5500/mm
LED                                  :   60 mm/jam
Basofil                               :   0%
Eosinofil                            :   2 %
Batang                               :    1 %
Segmen                             :   79 %
Limposit                            :   18 %
Monosit                             :     0 %
Ureum                               :   33 mg/dl
Creatinin                                       :   1,4 mg/dl
Protein total                      :   6,2 g/dl
Albumin                            :   3,5 g/dl
Globulin                            :   2,7 g/dl
Prosfatase alkali                :    72 %
SGOT                                :     25 %
SGPT                                :     15 %
Natrium                             :  131 mmol/i
Kalium                              :  4,0 mmol/i








CP.I. ANALISA DATA
Nama         :     Tn “U”                                                            DX      :           BPH   
Umur         :     76 tahun                                                          No.Reg:           08014173
No
Data
Etiologi
Masalah
1















2
















3



DS :
-          Os mengatakan nyeri pada alat kelaminnya
-          Os mengatakan sakit
DO :
-          Wajah tampak meringis
-          Selang kateter terpasang
-          Klien tampak gelisah
-          TD : 180/90 mmhg
-           HR:  80 x/mnt
-           RR:   26 x/mnt
-           Nyeri tekan pada simpisis
-           Skala nyeri 6
-           Tanggal 10 juni 2008 di diagnosa BPH

DS :
-          Klien dan keluarga mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini
-          Klien dan keluarga mengatakan ia tidak tau penyakitnya
DO :
-          Klien dan keluarga cemas
-          Klien menanyakan keadaan penyakitnya
-          Sudah 2 hari dirawat RS belum pernah mendapatkan informasi tentang kondisi penyakitnya serta pengobatan
-          Umur klien 76 tahun


DS :
-          Os mengatakan sakit pada kateternya
DO :
-          Kateter dipasang sejak tanggal 10 juni 2008
-          Infus terpasang sejak tanggal 10 juni 2008
-          T : 36 °C
Adanya pembesaran prostat














 Kurangnya  informasi















Prosedur invasif
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri














Kurang pengetahuan mengenai pengobatan dan kondisi penyakit













Resiko tinggi terjadinya infeksi







CP.II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama         :     Tn “U”                                                                        DX      :           BPH   
Umur         :     76 tahun                                                                      No.Reg:           08014173
No
Diagnosa
Ditemukan
Diatasi
1















2















 3


Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya pembesaran prostat yang di tandai dengan :
DS :
-          Os mengatakan nyeri pada alat kelaminnya
-          Os mengatakan sakit
DO :
-          Wajah tampak meringis
-          Selang kateter terpasang
-          Os tampak gelisah
-          TD : 180/90 mmhg
-           HR:  80 x/mnt
-           RR:   26 x/mnt
-           Nyeri tekan pada simpisis
-           Skala nyeri 6
-           Tanggal 10 didiagnosa BPH

Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan :
DS :
-          Klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini
-          Klien dan keluarga mengatakan ia tidak tau penyakitnya
DO :
-          Klien dan keluarga cemas, umur 76 tahun
-          Klien menanyakan keadaannya
-          Sudah 2 hari dirawat RS belum pernah mendapatkan informasi tentang penyakitnya serta pengobatan

Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif yang ditandai dengan :
DS :
-          Os mengatakan sakit pada kateternya
DO :
-          Kateter dipasang sejak tanggal 10 juni 2008
-          Infus terpasang sejak tanggal 10 juni 2008, T: 36°c
11 Juni 2008















11 juni 2008















11 juni 2008






11 juni 2008















11 juni 2008















11 juni 2008


CP.III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama         :     Tn “U”                                                                        DX      :           BPH   
Umur         :     76 tahun                                                                      No.Reg:           08014173
NO DP
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasionalisasi
1
Gangguan rasa nyaman, nyeri b/d adanya pembesaran prostat
Setelah Perawatan selama 3 hari masalah gangguan rasa nyaman nyeri berkurang / hilang dengan kriteria hasil :
-      Nyeri hilang/terkontrol
-      Tampak rileks
-      Mampu untuk tidur atau istirahat
1.      Kaji nyeri   perhatikan lakosi, intensitas lamanya




2.      Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen ( bila traksi tidak diperlukan)
3.      Pertahankan tirah baring bila di indikasikan










4.      Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, relaksasi/ latihan napas dalam.
5.      kolaborasi dalam pemberian obat analgesik

1.      Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
2.      Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal

3.      Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
4.     Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping




5.    Membantu mengurangi rasa nyeri
2
Kurang Pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
Setelah Perawatan selama 3 hari masalah Kurang pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-       Os dapat memahami proses penyakit
-       Dapat mengidentifikasi tanda/gejala proses penyakit
-       Dapat mengetahui pola hidup/ perilaku yang perlu
1.      Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.




2.      Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.



3.      Berikan informasi bahwa kondisi tidakditularkan melalui seksual
4.      Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik
5.      Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa

6.      Beri penjelasan tentang penyakit,penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan pengobatan
1.      Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi
2.      Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital
3.      Mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan

4.      Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius

5.      Menurunkan resiko terapi tak tepat





6.      Meningkatkan dalamkerja sama dalamprogram pengobatan dan informasi yang dibutuhkan pasien
3
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif
Setelah perawatan 3 hari di harapkan masalah gangguan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-        Os tidak mengalami infeksi
-        Mencapai waktu penyembuhan
1.      Pertahankan system kateter, berikan perawatan

2.    Pertahankan lingkungan aseptik optimal selama pemasangan dari kateter
3.      Pantau suhu dan tanda-tanda vital

4.      Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
5.      Observasi daerah kulit yang terpasang alat invasif ( seperti infus)




6.   Pertahankan teknik cuci tangan yang baik
1.      Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi dengan mengganti kasa
2.      Sepsis karena kateter dapat diakibatkan dari entry mikroorganisme patogen

3.      Peningkatan suhu karena berbagai hal atau infeksi
4.      Mencegah terjadinya infeksi nasokomial
5.      Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan segera dan pencegahan
6.      Mengurangi terjadinya infeksi nasokomial

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama         :     Tn “U”                                                                        DX      :           BPH   
Umur         :     76 tahun                                                                      No.Reg:           08014173
Tanggal
No.DP
Pukul
Implementasi keperawatan
paraf
11 juni 2008
I


















II













III
08.00 wib




08.00
wib

08.10 wib

08.15 wib
11.00 wib



09.00 wib












08.00 wib

11.00 wib
12.00 wib

1. Mengkaji skala nyeri, catat lokasi,lama intensitas, (skala 0=10) dan karakteristik ( dangkal,tajam,dan constan )
Respon  : Skala nyeri 6, lokasi pada penis, ada pembesaran dan terjadi 5-10 menit sekali
2. Mempertahankan posisi yang nyaman bagi klien
Respon  : Klien mau mengatur posisi dengan kepala ditinggikan
3. Mengajarkan klien teknik relaksasi/napas dalam
Respon  : Klien mau melakukan teknik napas dalam
4. Memplaster selang drainase pada paha
Respon  :Klien mau di plaste
5. Berkolaborasi dalam pemberian tramadol 2 amp/kolp dan pemberian injeksi asam traneksamat 2 x 1 g  secara intra vena
Respon  : Klien mau untuk diberikan tramadol

6. Mengkaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
Respon  : Klien mau mengutarakan penyakitnya
7.   Mendorong klien menyatakan rasa takut/ perasaan dan perhatian
Respon  : Klien mau mengungkapkan perasaannya
8.   Memberikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
Respon  : pasien mau mendengarkan
9.   Mengkaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik
Respon  : klien mau untuk dikaji

10. Mempertahankan sistem catéter steril, berikan perawatan kateter
Respon   : Klien mau untuk diganti kasa betadin
11. Berkolaborasi dalam pemberian injeksi Cepotaxime 2 x 1 g secara intavena
12.  Mengawasi tanda-tanda vital, memperhatikan demam, menggigil, nadi, dan pernapasan, gelisah
Respon  : Klien tidak demam,T : 36,5 ° C, HR : 70 x/mnt, RR : 25 x/mnt
13. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

12 juni 2008
I











III
08.00 wib

08.10 wib

08.15 wib

11.00 wib

08.15 wib

11.00 wib
12.00 wib


1. Mempertahankan posisi yang nyaman bagi klien
Respon  : Klien mau mengatur posisi dengan kepala ditinggikan
2. Mengajarkan klien teknik relaksasi/napas dalam
Respon  : Klien mau melakukan teknik napas dalam
3. Memplaster selang drainase pada paha
Respon  :Klien mau untuk dilakukan tindakan
4. Berkolaborasi dalam pemberian tramadol 2 amp/kolp dan pemberian injeksi asam traneksamat 2 x 1 g  secara intra vena
Respon  : Klien mau untuk diberikan tramadol
5. Mempertahankan sistem catéter steril, berikan perawatan kateter
Respon   : Klien mau untuk diganti kasa betadin
6. Berkolaborasi dalam pemberian injeksi Cepotaxime 2 x 1 g secara intavena
7.  Mengawasi tanda-tanda vital, memperhatikan demam, menggigil, nadi, dan pernapasan, gelisah
Respon  : Klien tidak demam,T : 36,5 ° C, HR : 75 x/mnt, RR : 23 x/mnt
8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

13 Juni 2008


1. Mengkaji skala nyeri, catat lokasi,lama intensitas, (skala 0=10) dan karakteristik ( dangkal,tajam,dan constan )
Respon  : Skala nyeri 6, lokasi pada penis, ada pembesaran dan terjadi 5-10 menit sekali
2. Mempertahankan posisi yang nyaman bagi klien
Respon  : Klien mau mengatur posisi dengan kepala ditinggikan
3. Mengajarkan klien teknik relaksasi/napas dalam
Respon  : Klien mau melakukan teknik napas dalam
4. Memplaster selang drainase pada paha
Respon  :Klien mau di plaste
5. Berkolaborasi dalam pemberian tramadol 2 amp/kolp dan pemberian injeksi asam traneksamat 2 x 1 g  secara intra vena
Respon  : Klien mau untuk diberikan tramadol




EVALUASI KEPERAWATAN

Nama         :     Tn “U”                                                                        DX      :           BPH   
Umur         :     76 tahun                                                                      No.Reg:           08014173
Tanggal
Pukul
No DP
Evaluasi
Paraf
11 Juni 2008


















12 juni 2008









13 juni 2008







13.00 wib


















13.30 wib









13.30
I







II





III





I





III




I





III
S : Kien mengatakan nyeri sedikit berkurang
O : - Skala nyeri 5 - Klien tampak lebih tenang
     -  Bengkak       -  RR : 24 x/menit, HR :  80 x/menit
A : Masalah Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi sebagian
P : intervensi keperawatan dilanjutkan oleh perawat lain

S : Klien mengatakan mengerti dengan penjelasan
O  : - Klien tampak mengerti dan tidak cemas lagi
A : Masalah kurang pengetahuan teratasi
P : Intervensi dihentikan,lanjutkan yang lain

S : Klien mengatakan nyaman
O :- Kateter terpasang          -Infus terpasang Rl xx/mnt
      - Tidak ada tanda-tanda radang, merah
A : Masalah resiko tinggi infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan oleh perawat lain

S : Klien mengatakan nyaman dan mau istirahat
O: - Klien tampak lebih tenang
    - RR : 23 x/mnt, HR : 70 x/mnt
A : Masalah Gangguan rasa nyeri teratasi sebagian
P  : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan lebih nyaman
O: - Kateter dan infus terpasang
     - Tidak ada kemerahan dan infeksi
A: Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan oleh perawat lain

S : Klien mengatakan nyeri nya berkurang
O: Klien lebih tenang, skala nyeri 8
A: Masalah Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi   sebagian
P : Intervensi di lanjutkan oleh perawat lain

S : Klien mengatakan lebih tenang
O: Tidak ada kemerahan,gatal-gatal pada area prostat
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P : Intervensi  dilanjutkan oleh perawat lain




 BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah menerapkan asuhan keperawatan pada Tn.”U” dengan bagian Prostat Hyperplasia (BPH) pada tanggal 11 Juni 2008 sampai dengan 13 Juni 2008 di Ruang instalasi Rawat Darurat  Mawar Atas Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang,  penulis akan membahas hasil dari tinjauan kasus yang telah dilaksanakan dengan tinjauan teoritis yang ada . Pembahasan ini penulis uraikan tahap demi tahap sesuai dengan tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan.

A.    Pengkajian
Dalam mengumpulkan data atau informasi penulis menggunakan metode wawacara langsung dengan klien dan keluarga, observasi dan pemeriksaaan fisik yang penulis dokumentasikan secara persistem sesuai  dengan landasan teori serta informasi dari perawat ruangan dan mempelajari status klien.
Dalam melakukan pengkajian klien dan keluarga tidak ada hambatan. Klien mau diajak berkomunikasi walaupun dengan bahasa palembang. Tetapi, tidak membuat itu menjadi hambatan dalam melakukan pengkajian.

B.     Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian terhadap klien Tn “U” penulis mengelola data dan menganalisa data  sehingga penulis menemukan diagnosa keperawatan pada klien Tn. “U”  adalah sebagai berikut : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya pembesaran prostat, kurang pengetahuan b/d tidak mebgenal sumber informasi, resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasive.
Setelah menetapkan diagnosa keperawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar menurut hirarki Maslow, kebutuhan klien, kebutuhan perawat dan peraturan rumah sakit.

C.    Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang terdapat dilaporan pendahuluan tidak semua penulis angkat pada rencana asuhan keperawatan, dikarenakan penulis sesuaikan dengan kondisi klien dan di angkat sesuai dengan apa yang telahditetapkan oleh Rumah Sakit tersebut dan keterbatasan kami sebagai seorang mahasiswa.

D.    Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan  ada yang dapat dilakukan oleh penulis dan ada yang tidak dapat dilakukan.  Hal ini disesuaikan dengan kondisi klien, fasilitas yang tersedia, serta keterbatasan waktu sehingga ada beberapa intervensi yang sebgaian tidak dapat dilakukan saati itu yang kemudian dilanjutkan oleh perawat lain yang bertugas selanjutnya agar kondisi klien tetap terpantau.

E.     Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari perawatan dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan dan setelah dilakukan implementasi keperawatan, masalah yang dialami oleh Tn.”U”  ada yang teratasi dan ada yang tidak teratasi dikarenakan pada perawatan hari ke empat klien pulang.
Dalamevaluasi yang dilaksanakan penulis menggunakan sesuai dengan teori yaitu terdapat evaluasi formatif/respon klien dan evaluasi sumatif atau evaluasi dari seluruh tindakan dalam satu diagnosa yang penulis susun dalam bentuk SOAP atau subjektif, objektif, analisa, dan planning,









BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. “U“ dengan gangguan Sistem Perkemihan Akibat BPH, dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Pada waktu melakukan pengkajian pada Tn. “U“ dengan gangguan sistem perkemihan akibat BPH.  Dilakukan secara komprehensif yang meliputi bio, posko sosio dan spiritual.
2.  Pada Tn. ”U” setelah dilakukan pengkajian keperawatan, diagnosa yang timbul 3 yaitu ; gangguan rasa nyaman nyeri, Kurang Pengetahuan, Resiko Infeksi
3.   Rencana keperawatan
Rencana tindak keperawatan diambil dari literatur yang ada kaitannya dengan penyakit BPH.
4. Implementasi keperawatan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan rencana tindakan yang ada, namun ada beberapa rencana tindakan yang tidak dilakukan karena terbatasnya waktu, sarana dan kondisi klien.
5.  Evaluasi yang dilakukan belum mencapai hasil yang maksimal, hal ini disebabkan oleh waktu, sartana dan kemampuan mandiri yang dimiliki.

B. Saran
Ø  Bagi Perawat Ruangan IRD Rumah Sakit Umum Pusat dr.Mohammad Hoesin Palembang.
Perawat hendaknya tanggap kebutuhan akan perawatan bagi klien, yang dapat diketahui dengan sering kontak dan menemani klien yang dapat berguna dalam pengkajian untuk terus menerus dan untuk mengetahui keluhan klien selanjutnya, selain itu implementasi dapat maksimal dilaksanakan seperti rasa nyaman klien, perawat juga hendaknya tanggap terhadap kebutuhan akan perawatan klien serta memberikan pengetahuan yang adekuat demi kemajuan kesehatan yang diinginkan.


Ø  Klien dan Keluarga
Pada klien hendaknya mematuhi penatalaksanaan pengobatan seperti minum obat yang diidikasikan secara teratur, sering kontrol ke rumah sakit serta mengurangi faktor-faktor resiko yang tidak diinnginkan.  Bagi keluarga hendaknya tanggap dan memberikan dukungan kepada klien dengan memperhatikan kondisi perkembangan kesehatan klien.
Ø  Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin.
Agar pihak Rumah Sakit meningkatkan pelayanan yang diberikan dan melengkapi peralatan untuk menunjang pengobatan dan perawatan yang diberikan.
Ø          Masyarakat
Agar dapat memahami apa yang perlu dilakukan menemukan atau mengalami BPH setelah mereka mengetahui apa yang sebenarnya penyakit tersebut melalui penyebaran informasi dan penkes yang diberikan pada saat berkunjung pada penderita begin prostate hyperplasia (BPH).


















DAFTAR PUSTAKA

A. Prince Sylvia, Lorraine M. Wilson, 1995  Konsep Klinis  Proses-proses Penyakit, Edisi 4 EGC : Jakarta.
Doengoes, Marylin (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC :   Jakarta
Mansyoer Arif (2002), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, EGC, Jakarta






















Komentar

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda setelah membaca postingan ini?